Visi dan Misi

Menjadi Jemaat yang Dewasa dalam Iman, Melayani dan Bersaksi untuk Tuhan Yesus

Motto

Tangguh, Teguh dan Sungguh di dalam Kristus

Sunday, July 27, 2008

Minggu Pertama Agustus 2008

Renungan:

GEREJA IKUT MENGISI KEMERDEKAAN BANGSA

Yesaya 58:1-12

Kesalehan personal adalah hal yang sangat mendasar, penting dan harus ada dalam kehidupan orang Kristen, tetapi tidak menjadi lengkap dan perlu dipertanyakan kesungguhannya bila tidak mengalir dalam kehidupan sehari-hari menjadi kesalehan sosial. Panggilan untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang didasarkan pada kebenaran dan keadilan hanya dapat dilakukan, bila penghayatan iman Kristen tidak hanya dibatasi dalam bentuk formal di dalam tembok gereja tetapi dipraktekkan dalam kehidupan sosial secara nyata.

Saat umat Israel mulai kembali ke Yerusalem dari pembuangan di Babel, mereka mengalami suatu masa baru membangun kehidupan masyarakat baru di tanah air yang sudah porak poranda. Nabi Yesaya diutus oleh Allah untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan Allah agar masyarakat baru itu dapat dibangun di atas landasan yang benar dan dapat diisi sesuai dengan kehendak Allah. Suara kebenaran dan keadilan yang harus disampaikan dengan nyaring bagaikan sangkakala yang akan menyentak umat Allah untuk menyadari kesalahan mereka pada waktu yang lalu (ayat 1). Pengalaman masa yang lalu membuat Yerusalem sebagai pusat ibadah Yahudi justru menyisakan wajah kemunafikan atau kepalsuan. Ibadah yang ditandai dengan puasa ternyata terpisah dan bahkan bertolak belakang dengan praktek sosial. Dengan begitu saleh, umat meratap di tembok Bait Allah yang sudah runtuh, ”Kami setiap hari datang kepadaMu dan berpuasa, tetapi mengapa Engkau tidak memperhatikan hidup kami lagi?” (ayat 2-3). Dari luar ibadah dan puasa mereka tampak begitu keras penuh ketaatan, tetapi dibalik semua itu masih harus dipertanyakan motivasi, ketulusan dan kesungguhannya. Mereka ternyata masih egois mengurus urusannya sendiri dan menindas orang-orang kecil. Mereka berpuasa sambil berkelahi (ayat 3-5).

Bukan ibadah atau puasa macam begitu yang dikehendaki Allah. Ibadah melalui Puasa yang benar adalah pengekangan hawa nafsu untuk memenuhi keserakahan dengan mau mempraktekkan keadilan, pembebasan, hidup berbagi dalam cinta kasih bersama mereka yang miskin dan papa (ayat 6-7). Masa depan yang diwarnai dengan syalom (damai sejahtera) Allah, digambarkan dengan sangat indah (ayat 8-12). Semua itu terjadi bila umat Allah berbalikdari kesalehan palsu menuju kepada kesalehan hidup yang utuh dan menyeluruh (ayat 9b-10a). Bila umat Allah mau menjadi masyarakat yang berbagi atau masyarakat yang adil, maka Allah akan memberikan kemakmuran kepada bangsa itu. Ibadah formal dan kehidupan bermasyarakat tidak terpisahkan. Allah menghendaki ibadah dan kesalehan yang utuh dan menyeluruh dalam semua bidang kehidupan. Hanya dengan itu, pemulihan akan terjadi.

Firman Tuhan ini mengajarkan kita, bahwa ibadah itu semestinya tidak berhenti pada saat di ruang ibadah, tetapi ditindaklanjuti dengan menjalankan kehidupan konkret sehari-hari. Teguran Tuhan atas ibadah formal umat Israel dan ancaman hukuman Allah kepada Israel mengingatkan kita tentang keadaan nyata yang dialami oleh bangsa kita. Krisis yang berkepanjangan di Indonesia adalah buah pahit yang harus ditelan dengan rasa terpaksa oleh seluruh lapisan masyarakat. Semuanya terjadi karena ulah yang salah dari penguasa yang mempraktekkan ketidakadilan terhadap rakyatnya sendiri. Kesalahan juga dilakukan oleh anggota masyarakat yang membiarkan ketidakadilan itu terjadi. Cita-cita kemerdekaan dihancurkan oleh kesewenang-wenangan penguasa, dengan seringkali memakai agama sebagai legitimasi. Slogan bahwa masyarakat Indonesia itu agamis, religius justru membius kita semua seolah-olah praktek ketidakadilan itu sudah sesuai dengan norma agama. Padahal semua itu dipakai untuk menutupi praktek ketidakadilan dan keserakahan.

Sekarang setelah semua terjadi dan krisis menjadi bagian dari proses pemulihan bangsa, apa yang dapat dilakukan gereja dalam era ini? Apakah gereja hanya akan tetap sibuk dengan aktivitas gerejawi dengan model kesalehan yang lama? Apakah Ibadah dan kesalehan orang Kristen, tetap dilakukan di atas ”menara gading” sehingga masyarakat tidak dapat merasakan dampak dari kesalehan itu secara nyata? Bukankah, sudah saatnya gereja mengarahkan hati dan doa, serta pelayanannya bagi kepentingan masyarakat? Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Israel! Beribadah kepada Allah harus berwujud dalam sikap kita melayani sesama dengan kasih dan adil. Terpujilah Allah!

Oleh: Pdm. Eko Purwanto, M.Si

No comments: